Waving Hello Kitty Kaoani

Kamis, 27 Agustus 2020

 

Cireng ala rika

Gambar

Bahan yang perlu disiapkan tepung tapioka, bawang putih. garam, air dan minyak.

Pertama, ambil 3 sendok tapioka didihkan dgn air yg sdh panas. tunggu sampai mengental. kemudian campur dgn bawang putih dan garam yang sdh diulek dan masukan bersama tepung td. 

kedua campurkan adonan tapioka yang sdh mengental dgn tepung tapioka. lalu dibentuk sesuai selera.

panaskan minyak,kmudian goreng, tunggu sampai matang. boleh dihidangkan jika sdh siap.


By. Rika, Belajar menjadi istri sholehah


Oseng telur with kol ala rika
,
Gambar

 Bahan yang perlu disiapkan yaitu telur,sayur kol, cabe, bawang merah dan putih, minyak, dan air

Pertama, panaskan minyak sebentar kemudian masukan bawang merah dan bawang putih ysng sudah dihiris kecil2 dgn cabe yg sdh dihiris tipis2, goreng sampai tercium bau bawang gorengnya, jangan terlalu gosong. kemudian masukan telur yang sdh diaduk dan di langsung diorak arik sampai merata. kemudian masukan sayur kol dan sedikit air tunggu sampai kol matang. kemudian tambahkn garam dan gula sebagai penyedap rasa. tunggu beberapa menit sampai airnya meresap, dicicip kalo perlu. jika sdh matang dan rasanya pas.hidangan langsung disiapkan.

----- by. rika, belajar menjadi istri sholehah 
 

Minggu, 05 Mei 2019

My Thesis

CORRELATION AMONG  STUDENTS’ MASTERY IN USING ADJECTIVE, SPEAKING AND WRITING ABILITY AT
SMA NU PALANGKA RAYA




THESIS








BY
RIKA RAHMADANITA
NIM 1401120933

STATE ISLAMIC INSTITUTE OF PALANGKA RAYA
FACULTY OF TEACHER TRAINING AND EDUCATION
DEPARTMENT OF LANGUAGE EDUCATION
STUDY PROGRAM OF ENGLISH EDUCATION
2018 M / 1439 H


 ABSTRACT
Rahmadanita, R. 2018. Correlation among Students’ Mastery in Using Adjective, Speaking and Writing ability at SMA NU Palangka Raya. Unpublished Thesis, Department of languange education, Faculty of Teacher Training and Education, State Islamic Institute of Palangka Raya. Advisors (I) Sabarun, M.Pd., (II) Akhmad Ali Mirza, M.Pd.

Key words: correlation, adjective, writing, speaking, descriptive text.
                                                                            
The aim of the research is to find out ; (1) Correlation between mastering adjective and writing, (2) Correlation between mastering adjective and speaking, (3) Correlation writing and speaking, (4) Correlation among mastering adjective, speaking and writing ability. It was focus on descriptive text. It was carried out to the tenth grade students of SMA NU Palangka Raya.
This research applied quantitative research with correlation design. The population of this research was the Tenth Grade IPA and IPS at SMA NU Palangka Raya which consist of 24 students. To collect the data, the researcher used multiple choice for mastering adjective, writing decriptive text test and speaking test for describe person.
The result of the study showed that: (1) correlation among mastering adjective, speaking and writing in descriptive text In SMA NU Palangka was strong correlation, (2) The significant values of correlation coefficient (r) the was 0.77. Based on the categorization interval of correlation power which is reinforced by sudijono that 0.70- 0.90 indicates there is strong correlation among the three variable. (3) The significant values of correlation coefficient (r) was 0.77, it meant there was strong and positive significant correlation among mastering adjective, speaking and writing in descriptive text In SMA NU Palangka Raya.



ABSTRAK
Rahmadanita, R. 2018. Hubungan antara penguasaan siswa dalam kata sifat, kemampuan berbicara dan menulis di SMA NU Palangka Raya. Skripsi tidak diterbitkan, Jurusan Pendidikan Bahasa, Fakultas Keguruan dan Ilmu keguruan, Institut Agama Islam Negeri Palangka Raya. Pembimbing  (I) Sabarun, M.Pd; (II) Akhmad Ali Mirza, M.Pd.

Kata kunci : hubungan, kata sifat, menulis, berbicara, teks deskripsi.
Tujuan dari penelitian ini untuk menemukan : (1) Hubungan antara penguasaan kata sifat dan kemampuan menulis, (2)  Hubungan antara penguasaan kata sifat dan kemampuan berbicara, (3) Hubungan antara kemampuan menulis dan berbicara, (4) Hubungan antara penguasaan kata sifat, kemampuan berbicara dan menulis. Penelitian ini fokus dalam teks deskripsi. Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas X di SMA NU Palangka Raya.
Penelitian ini mengunakan metode kuantitatif dengan desain korelasi. Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas X IPA dan IPS di SMA NU Palangka Raya yang terdiri dari 24 siswa. Untuk memperoleh data penulis menggunakan tes pilihan ganda untuk penguasaan kata sifat, menulis teks deskripsi dan berbicara untuk mendeskripsikan seseorang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Hubungan  antara kata sifat, kemampuan berbicara dan menulis di sekolah SMA NU Palangka memiliki korelasi yang kuat, (2) Nilai signifikan korelasi (r) adalah 0.77. Berdasarkan interval kategorisasi kekuatan korelasi yang didukung oleh sudijono bahwa 0.70- 0.90 mengindikasikan ada korelasi yang kuat antara ketiga variabel. (3) Nilai signifikan korelasi (r) adalah 0.77 artinya ada korelasi yang kuat dan positif antara hubungan penguasaan kata sifat, kemampuan berbicara dan menulis dalam teks deskripsi di SMA NU Palangka Raya.

hello guys this is my thesis. it so hard to write it. full of energy and motivation need to make it. i just share a little part of my thesis. hope you can enjoy your thesis. Good Luck !


Senin, 11 Desember 2017

FIQIH WANITA


                     
BOOK REVIEW

 
Judul Buku   : Fiqih Wanita
Pengarang    : Muhammad Mutawwali Sya’rawi
Penerjemah  : Ghozi. M
Penerbit        : Pena Pundi Aksara
Kota             : Jakarta
Tahun           : 2006
Halaman       : 294 + xiv



    A.    PENDAHULUAN
Nama beliau adalah Muhammad Mutawwali Sya’rawi, lahir pada 16 april 1911, di Daqadus, Daqahliyyah, Mesir. Hafal Al-Qur’an pada usia 11 tahun. Menyelesaikan pendidikan di Universitas Al-Azhar Fakultas Bahasa Arab pada tahun 1941. Pernah menjadi guru yang mengajar di beberapa kota di mesir. Juga pernah mengajar studi Tafsir dan Hadits, di universitas Malik Abdul Aziz, Fakultas Syari’ah, Mekah. Ketenarannya sebagai seorang da’i mulai mengkilap pada tahun 1973, saat ceramah-ceramahnya disiarkan langsung oleh Televisi Mesir setiap hari jum’at. Pada 1976 Perdana Menteri Mamduh Salim mengangkatnya sebagai menteri waqaf Mesir sekaligus menteri negara urusan Al-Azhar pada kabinet Mamduh salim yang direshuffle pada tahun 1977. Karena kecintaannya ke pada umat, pada 15 oktober 1978, ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai menteri. Selanjutnya, ia mulai keliling dunia, berdakwah, dan menyampaikan ajaran-ajaran agama dengan cara yang sangat bijak dan ramah. Beliau wafat pada 17 juni 1998 di kediamannya dan dimakamkan dikampung halaman tercinta, Daqadus. Kepergiannya bertemu Allah dihadiri oleh banyak sekali pembesar dan ulama yang datang dari berbagai penjuru negara Arab, selain ratusan ribu masyarakat mesir sendiri.[1]
Sementara dengan membaca bukunya ini, Fiqih Wanita yang edisi aslinya Fiqhul Mar’ah al-Muslimah, kita akan mendapatkan gambaran tentang kedudukan makhluk yang bernama wanita yang mempunyai status, keluasan gerak, kemuliaan, kehormatan dan perhatian yang sangat tinggi dan besar bagi seorang wanita. Membaca buku ini akan memperteguh eksistensi seorang wanita agar kesehariaannya tidak terlepas dari bimbingan Allah SWT. dan Rasul-Nya.

   B.     ISI
Buku yang berjudul Fiqih Wanita ini disajikan tidak berdasarkan bab namun  memiliki banyak pembagian yang dibahas dalam buku ini. Hal yang dibahas dalam buku ini yaitu, wanita dalam perspektif islam, haid dan nifas, thaharah, hijab dan aurat wanita, wanita dan shalat, wanita dan zakat, wanita dan haji, pernikahan, dan hidup berumah tangga, kehidupan rumah tangga di surga, konflik dan perceraian dalam keluarga, menyusui dan hukum-hukumnya, wanita dan mode, wanita dan interaksi sosial, wanita dan jihad, islam dan tuduhan diskriminasi.
Dalam buku tersebut sangat banyak sekali isi pembahasannya sehingga dalam tiap-tiap bagian pembahasannya tidak begitu rinci. Diperlukan juga pembimbing yang memahami pembahasan tersebut supaya yang membaca atau yang hendak mempelajarinya secara sempurna bisa memahami betul pembahasan tersebut.

    C.    PEMBAHASAN
Pada bagian pertama dibahas tentang wanita dalam perspektif islam, yaitu kondisi wanita sebelum islam dimana pada saat itu kondisi wanita sangat memprihatikan. Seperti di daerah yunani, romawi, masyarakat yahudi, cina, india. Adapun Di jazirah Arab wanita tidak memiliki hak untuk hidup dengan layak.[2] Tidak ada seorang pun yang memperjuangkan kehormatan mereka. Namun dalam buku fiqih dakwah muslimah mengatakan dalam masyarakat Arab, wanita memiliki kedudukan yang setara dengan nilai-nilai yang mendominasi masyarakat. Mereka memuliakan wanita jika ia adalah seorang ibu sehingga terangkatlah derajatnya, yang karenanya banyak laki-laki yang menisbahkan diri mereka kepada ibu-ibunya. Terutama bila ibu-ibu mereka adalah wanita-wanita terhormat. Islam mengajarkan prinsip kesetaraan antara laki-laki dan wanita dalam hak dan kewajiban.[3]
            Pada bagian kedua membahas tentang haid dan nifas. Mendengarkan Al-quran boleh dilakukan oleh wanita yang haid atau nifas. Hal yang dilarang bagi mereka adalah menyentuh, memegang, dan membaca Al-Qur’an.
            Mensucikan pakaian dari darah haid adalah dengan mencucipakaian tersebut denagn sebaik-baiknya, menggosok dan menyiramnya dengan air. Dan berdasarkan hadits aisyah ia berkata, “ salah seorang di antara kami mengalami datang bulan, kemudian ia mencoek darah yang melekat pada pakaiannya ketika ia telah suci. Setelah itu ia mencucinya dan menyiramkan seluruh bagian pakaian tersebut dan akhirnyaia shalat dengan pakaian itu”[4]
            Pada bagian ketiga penulis membahas tentang Thaharah yaitu membahas tentang bersuci. Ulama berbeda pendapat tentang apakah berjabat tangan antara laki-aki dan wanita yang bukan mahram membatalkan wudhu. Para pengikut mazhab Maliki berpendapat bahwa bersentuhan kulit yang membatalkan wudhu adalah persentuhan yang disertai nafsu syahwat. Jika tidak, wudhunya pun tidak batal. Pendapat ini juga disetujui oleh imam ahmad ibnu hambal.[5] Apabila seorang suami menyentuh istrinya, atau sebaliknya istri menyentuh suaminya tanpa adanya penghalang, maka hal itu tidak membatalkan wudhu’ sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis yang diriwayatkan dari aisyah , bahwa rasulullah pernah menciumnya, sedang beliau dalam keadaan berpuasa seraya berkata :” bahwa sesungguhnya ciuman itu tidak membatalkan wudhu dan puasa (HR. Al-Bazzar dengan sanad jayyid)[6]
            Pada bagian keempat membahas tentang hijab dan aurat wanita.
Allah berfirman :
“ dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita...” ( an-nur : 31 ) [7]
Tujuan hijab adalah untuk menjaga masyarakat dari fitnah dan memberikan rasa aman bagi wanita; ia tidak perlu khawatir suaminya keluar rumah lalu tidak kembali lagi karena tergoda oleh wanita lain. Para ulama sepakat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat, kecuali wajah dan telapak tangannya. Abu Hanifah menambah pengecualian itu dengan  kedua mata kaki.[8]
 Pada bagian kelima membahas tentang wanita dan shalat. Shalat jum’at tidak wajib bagi wanita. Jika ia datang ke masjid dan ikut melaksanakan shalat jum’at, maka ia tidak perlu lagi melakukan shalat zuhur.[9] Apabila wanita muslimah bermaksud datang ke masjid untuk mengikuti shalat jum’at, maka disunnatkan baginya untuk mandi dan memakai pakaian yang bersih. Akan tetapi, tidak ada dosa jika ia tidak datang ke masjid.[10]
Pada bagian keenam membahas tentang wanita dan zakat. Pada prinsipnya, menggunakan harta suami untuk kebaikan diperbolehkan apabila suami memberikan izin. Istri boleh bersedekah atau menghajikan  orang tuanya yang telah meninggal dunia dengan menggunakan harta suami apabila suaminya mengizinkan.[11] Dari abu umamah , ia menceritakan; aku pernah mendengar Rasulullah bersabda ketika berkhutbah pada pelaksanaan haji wada’: “tidak diperbolehkan bagi wanita muslimah menginfakkan sesuatu pun dari rumah suaminya, kecuali dengan seizinnya. Kemudian ditanyakan kepada beliau: wahai rasulullah, termasuk juga makanan? Beliau menjawab : itu merupakan harta kita yamg berharga,”( HR. Tirmidzi dan beliau menghasankannya)[12]
Pada bagian ketujuh membahas tentang wanita dan haji. Wanita tidak harus mengenakan pakaian khusus untuk ihram. Pakaian yang dikenakannya sehari-hari, sepanjang itu menutup aurat dan memenuhi syarat-syarat hijab, maka dapat dipakai untuk ihram.[13] Dalam ihram, wanita muslimah diperbolehkan mengenakan pakaian berwarna hijau, hitam atau warna lainnya. Mengenai pengkhususan pemakaian warna hijau dan hitam saja, oleh sebagian orang, merupakan pendapat yang tidak mempunyai landasan.[14]
Pada bagian kedelapan membahas tentang pertunangan,pernikahan dan hidup berumah tangga.
Artinya : dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
            Pernikahan adalah separuh perjalanan hidup seorang muslim. Hal tersebut menjadi alasan baginya untuk mendapatkan yang terbaik. Seorang muslim dibolehkan untuk memilih, meneliti, dan beristikharah dalam menentukan pasangan hidupnya. Istikharah adalah dengan melakukan shalat dua rakaat dan membaca doa yang diajarkan oleh Rasulullah.
            Larangan menikahi wanita musyrik juga mengandung peringatan bahwa kita tidak perlu tertipu dengan standar-standar yang semu. Ketertarikan seorang laki-laki kepada wanita, jika tidak didasarkan dengan iman, tidak akan bertahan lama.[15]
            Wanita muslimah sama sekali tidak dibolehkan menikah dengan laki-laki non-muslim. Begitu pula, seorang kafir tidak boleh memiliki budak muslim.[16]
Pada bagian kesembilan membahas tentang kehidupan rumah tangga di surga. Al-Qur’an menggambarkan  keutamaan penduduk surga (orang-orang yang bertakwa) yang akan selalu terjaga dari hal-hal yang dibenci. Sungai-sungai yang mengalir indah, pakaian menyejukkan mata, dan interaksi satu sama lain yang berlangsung baik. Kenikmatan para bidadari dan buah-buahan melimpah ruah yang tak pernah habis. Dan, puncak dari semua kenikmatan tersebut adalah bahwa penduduk surga tidak akan pernah mengalami kematian.[17]
Pada bagian kesepuluh membahas tentang konflik dan perceraian dalam keluarga. Islam adalah agama yang sangat realistis. Ketika berbicara tentang perceraian, islam menetapkan aturan-aturan yang sangat manusiawi. Islam menyadari bahwa dalam kehidupan bersama antara dua individu yang berbeda, selalu ada kemungkinan timbulnya konfik dan pertikaian yang sulit di damaikan.[18]
Pada bagian kesebelas membahas tentang menyusui (Radha’ah). Radha’ah yang dimaksud di sini adalah praktik menyusui anak orang lain yang bukan darah dagingnya sendiri. Ketika seorang wanita menyusui seorang bayi, maka dalam tubuh bayi terdapat bagian dari dirinya. Karena itu, radha’ah menyebabkan knsekuensi-konsekuensi hukum tertentu, seperti larangan menikah dengan wanita yang menyusui berikut keluarganya.[19] Sebagian ulama dari kalangan sahabat nabi berpendapat: “ penyusuan, sedikit maupun banyak jika telah sampai ditenggorokan maka telah menjadikan orang yang menyusui dan yang disusui haram menikah.” Ini merupakan pendapat sufyan ats-Tsauri, malik bin anas, Al-Auza’i, Abdullah bin Mubarak, Waki’ dan penduduk kufah.[20]
Pada bagian ke duabelas  membahas tentang wanita dan mode. Kecantikan adalah sesuatu yang ditetapkan oleh Allah berdasarkan dari kombinasi dari semua unsur-unsur keindahan pada wajah. Adapun wanita tidak boleh mencabut dan menipiskan bulu-bulu alis. Wanita tidak boleh menggunakan parfum diluar rumah. Berhias dan menggunakan wewangian hanya boleh dilakukan istri untuk suaminya di rumah.[21] Selanjutnya dalam permasalahannya ini imam asy syaukani pernah berkata : “bahwa wanita yang berjalan melewati majlis-majlis sedang dia memakai minyak wangi yang baunya menyengat hidung, maka wanita tersebut dikatakan sebagai wanita penzina seperti yang diriwayatkan at-tirmidzi.[22]
Pada bagian ke tigabelas membahas tentang wanita dan interaksi sosial. Apabila wanita terpaksa harus berbicara dengan laki-laki, dia tidak boleh membuat suaranya mendayu-dayu,berirama,manja,atau apapun yang bisa merangsang nafsu. Al-qur’an menyatakan bahwa hal tersebut dilarang agar tidak bangkit gairah nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya.[23]
Menurut Imam Hanafi, bahwa suara wanita itu tidak termasuk aurat. Karena berdasarkan bahwa para istri Rasulullah Saw.Pernah bercakap-cakap dengan para sahabat beliau dan para sahabatpun mendengarkan ajaran-ajaran (hukum-hukum) agama yang disampaikannya.Tapi madzhab ini mengharamkan mendengar suara wanita jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah sekalipun yang didengarkan itu bacaan Al-Qur’an daripadanya. Menurut Imam Syafi’i, suara wanita adalah termasuk aurat dihadapan laki-laki yang bukan muhrimnya, apakah dikhawatirkan timbul fitnah atau tidak.[24]  
Islam tidak melarang wanita bekerja. Hanya saja harus diupayakan agar aktivitas itu berlangsung didalam rumahnya, di tengah-tengah keluarganya sendiri. Jika mesti bekerja di luar rumah, dia tetap diwajibkan untuk berjalan dengan tenang, tidak menarik perhatian, dan senantiasa memelihara kehormatannya. Bekerja di luar rumah tidak boleh menjadi dalih serta alasan untuk bergaul dan bercampur dengan para lelaki. [25] kegiatan sosial bagi seorang muslim meliputi setiap kegiatan yang dilaksanakan secara bersama dan teroganisasi dengan tujuan mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat dalam bidang kehidupansosial, baik yang bersifat kebudayaan, pendidikan, kesehatan, olahraga, hiburan, seni atau pun berupa pemberian bantuan material kepada para fakir miskin.[26]
Pada bagian ke empatbelas membahas tentang wanita dan jihad. Rasulullah saw. Selalu membawa para wanita dalam perang-perang yang beliau lakukan. Ada sebuah kisah tentang Umayyah binti Qais al-Ghifariyah, seorang sahabat wanita yang berperang dengan gigih di khaibar. Setelah perang usai, rasulullah menghadiahkan kepadanya sebuah kalung yang terus sipakainya sampai dia meninggal dunia. Bahkan dia berwasiat agar kalung itu dikuburkan bersamanya.[27] Wanita pada hakikatnya dapat berperan penting dalam masalah jihad, karena jihad bukan berarti semua orang harus berada di front terdepan dan memegang senjata. Penyusunan starategi perang, mengobati korban luka, dan pengelolaan urusan logistik misalnya, adalah diantara tugas-tugas penting yang dapat melangsungkan aktivitas jihad ini. Jika demikian, tidak semua orang yang terjundi dalm peperangan mengangkat senjata.
Pendapat yang mengatakan bahwa jihad bukan merupakan tugas wanita, sebenarnya khusus menunjuk pada jihad ibtida’i.adapun jika wanita telah menjadi seorang pemimpinsebuah batalyon dalam peperangan untuk mempertahankan negara dari serangan musuh, maka hal itu tidak hanya boleh, namun terkadang juga merupakan kewajiban. Karena mempertahankan negara tidak dikhususkan untuk pria saja namun juga untuk wanita dalam mempertahankan negara wanita dapat seperti pria yakni turut serta dalam seluruh medan perang atau bukan pada medan perang. Oleh sebab itu wanita wajib turut serta mempelajari aktivitas kemiliteran, sehingga dia dapat selalu siap siaga kapan pun kondisi menuntutnya terlibat dalam negara memintanya.[28]
Pada bagian ke limabelas membahas tentang islam dan tuduhan diskriminasi. Wacana diskriminasi islam terhadap wanita, dengan hanya memberikan hak poligami kepada laki-laki, diembuskan oleh kalangan orientalis justru dengan motif ingin membangkitkan semangat hedonisme dalam diri para wanita. Mereka beralasan bahwa islam telah memasung kebebasan wanita untuk menyalurkan hasrat biologisnya. Padahal yang terjadi justru sebaliknya. Islam melarang poliandri karena ingin mengangkat harkat martabat wanita dengan karakternya yang penuh kasih sayang dan cinta, dan oleh karena itu, wanita hanya boleh dimiliki oleh satu laki-laki saja.[29]
Menurut Mahmud Syaltut, mantan Syekh Al-Azhar di mesir, hukum poligami adalah mubah, yakni dibolehkan, selama tidak dikhawatirkan terjadinya penganiyaan terhadap para istri. Jika terdapat kekhawatiran terhadap kemungkinan terjadinya penganiyaan dan untuk melepaskan diri dari kemungkinan dosa yang dikhawatirkan itu, dianjurkan agar mencukupkan beristri satu orang saja. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa kebolehan berpoligami adalah terkait dengan terjaminnya keadilan dan ketiadaan kekhawatiran akan terjadinya penganiayaan, yaitu penganiayaan terhadap para isteri.[30]
      D.    KESIMPULAN
Buku yang berjudul “Fiqih Wanita” adalah hasil terjemahan dan tentunya sangat berbeda dengan buku pada umumnya yang biasanya ada footnote dan daftar pustakanya. Dalam buku ini juga sebagian surah Al-Qur’an dan hadis tidak dipaparkan namun langsung kebagian artinya saja. Namun buku ini sangat baik untuk dibaca karena dari segi kertasnya sangat baik dan ukuran font hurufnya juga baik untuk dibaca tidak terlalu kecil dan tidak terlalu besar, adapun jarak spasi antara kalimat sangat baik untuk pembaca karena ini juga sangat mempengaruhi bagi si pembaca. Buku ini juga sangat menarik untuk dibaca bahkan untuk di diskusikan terutama bagi wanita karena buku ini menyangkut kehidupan wanita sehari-sehari dalam konsep islam.

     E.     DAFTAR PUSTAKA
1.      Muhammad Mutawwal Sya’rawi,Fiqih Wanita, terj.,Ghozi. M,Jakarta: Pena Pundi Aksara,2006.
2.      Ali Abdul Halim Mahmud, Fiqih Dakwah Muslimah,Terj., Ulis  Tofa M. Ali dan Hidayatullah, Jakarta: Robbani Press,2004.
3.      Syaikh Ahmad Jad, Fikih sunnah Wanita, Jakarta: Pustaka Al-kautsar,2006.
4.      Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita, terjm. M. Abdul Ghofar, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2004.
5.      Abdul Halim Abu Syuqqah, kebebasan wanita, terj.,chairul Halim,Jakarta:Gema Insani Press,2000.
6.      Jawadi Amuli, Keindahan & keagungan wanita, terj. Muhdhor Ahmad dan hasan saleh,Jakarta : Penerbit Lentera,2005.
7.      Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010
8.      Mahtuf ahnan, Risalah Fiqih Wanita,Surabaya: Terbit Terang.


[1]  Muhammad Mutawwal Sya’rawi,Fiqih Wanita, terj.,Ghozi. M,(Jakarta: Pena Pundi Aksara,2006),h.293-294.
[2] Muhammad Mutawwal Sya’rawi,Fiqih Wanita, terj.,Ghozi. M......,h.7
[3]  Ali Abdul Halim Mahmud, Fiqih Dakwah Muslimah,Terj., Ulis  Tofa M. Ali dan Hidayatullah, (Jakarta: Robbani Press,2004), h. 15.
[4] Syaikh Ahmad Jad, Fikih sunnah Wanita, (Jakarta: Pustaka Al-kautsar,2006),h.,16.
[5]  Muhammad Mutawwali sya’rawi,Fiqih Wanita, terj.,Ghozi. M,....h.32.
[6] Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita, terjm. M. Abdul Ghofar,( Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,2004)h.,62
[7] Q.S. an-Nur, [24]: 40-41.
[8] Muhammad Mutawwali sya’rawi,Fiqih Wanita, terj.,Ghozi. M,....h.40.
[9] Ibid., h.61
[10] Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita, terjm. M. Abdul Ghofar.... h.,156

[11] Muhammad Mutawwali sya’rawi,Fiqih Wanita, terj.,Ghozi. M,....h.65
[12] Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita, terj. M. Abdul Ghofar.... h.,307
[13] Muhammad Mutawwali sya’rawi,Fiqih Wanita, terj.,Ghozi. M,....h.67
[14] Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita, terj. M. Abdul Ghofar.... h.,318

[15] Muhammad Mutawwali sya’rawi,Fiqih Wanita, terj.,Ghozi. M,....h. 105
[16] Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita, terj. M. Abdul Ghofar.... h.,388

[17]  Muhammad Mutawwali sya’rawi,Fiqih Wanita, terj.,Ghozi. M,....h. 172
[18] Ibid., h.177
[19] Ibid., h.239
[20] Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah, Fiqih Wanita, terj. M. Abdul Ghofar.... h.,468
[21] Muhammad Mutawwali sya’rawi,Fiqih Wanita, terj.,Ghozi. M,....h. 246
[22]  Mahtuf ahnan, Risalah Fiqih Wanita,(Surabaya: Terbit Terang),h., 88.
[23] Muhammad Mutawwali sya’rawi,Fiqih Wanita, terj.,Ghozi. M,....h. 251
[24] Mahtuf ahnan, Risalah Fiqih Wanita,.... h., 138.
[25] Muhammad Mutawwali sya’rawi,Fiqih Wanita, terj.,Ghozi. M,....h. 251
[26] Abdul Halim Abu Syuqqah, kebebasan wanita, terj.,chairul Halim,(Jakarta:Gema Insani Press,2000)h.,463.
[27] Muhammad Mutawwali sya’rawi,Fiqih Wanita, terj.,Ghozi. M,....h. 265

[28] Jawadi Amuli, Keindahan & keagungan wanita, terj. Muhdhor Ahmad dan hasan saleh,( Jakarta : Penerbit Lentera,2005)h.,412-413
[29] Muhammad Mutawwali sya’rawi,Fiqih Wanita, terj.,Ghozi. M,....h. 283
[30] Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010),h.200.